Kutabalinews.com, Makassar – Empat orang wanita kembali ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyaluran kredit fiktif di salah satu bank milik negara (BUMN) yang beroperasi di Makassar, Sulawesi Selatan. Penetapan ini dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) setelah keempatnya menjalani pemeriksaan sebagai saksi.
Kasus ini mencuat sejak pertengahan 2025 dan menjadi perhatian publik karena melibatkan oknum internal bank serta pihak luar yang berperan sebagai calo kredit. Keempat tersangka baru berinisial NR, F, II, dan R, seluruhnya merupakan perempuan yang disebut aktif merekrut nasabah palsu dalam proses pengajuan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Bersama tiga tersangka lain yang lebih dulu ditangkap, mereka diduga menjadi bagian dari jaringan penyaluran kredit fiktif yang merugikan negara hingga miliaran rupiah.
Kejati Sulsel menegaskan bahwa proses hukum akan terus dilakukan secara profesional, berintegritas, dan transparan untuk mengungkap keseluruhan pihak yang terlibat dalam skema korupsi tersebut.
Kronologi dan Modus Penipuan Kredit Fiktif
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi, menjelaskan bahwa keempat wanita tersangka tersebut ditetapkan pada Kamis, 24 Juli 2025, setelah diperiksa sebagai saksi. Mereka diduga bekerja sama dengan ATP, seorang pegawai bank yang telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka, serta dua calo lainnya berinisial AH dan ER.
“Dokumen calon nasabah diperoleh dari pihak ketiga, yaitu calo AH dan ER, yang telah lebih dulu ditahan,” ungkap Soetarmi dalam pernyataan resminya, Jumat (25/7/2025).
Lebih lanjut, Soetarmi memaparkan bahwa NR, F, II, dan R bertugas mencari nasabah. Seluruh dokumen pemohon kredit yang berhasil dikumpulkan kemudian diserahkan kepada ER dan AH untuk selanjutnya diproses oleh ATP hingga dana KUR dicairkan.
Setelah dana dicairkan, para tersangka mengambil bagian potongan fee yang kemudian dibagikan kepada pihak-pihak yang terlibat berdasarkan persentase yang telah disepakati.
Kerugian Negara dan Proses Hukum
Akibat praktik ini, salah satu bank BUMN di Makassar mengalami kerugian negara sebesar Rp6.568.960.595. Kerugian tersebut berasal dari pencairan kredit fiktif yang dilakukan pada periode 2022–2023.
Keempat tersangka saat ini telah ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Makassar selama 20 hari ke depan untuk proses penyidikan lebih lanjut. Mereka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Soetarmi menambahkan bahwa penyidik masih terus mendalami keterlibatan pihak lain yang mungkin turut andil dalam proses pencairan kredit fiktif ini. Kejati Sulsel juga mengimbau para saksi agar bersikap kooperatif dan tidak menghalangi proses penyidikan.
“Kejati Sulsel beserta jajaran tim penyidik berkomitmen untuk bekerja secara profesional, berintegritas, dan akuntabel serta melaksanakan penyidikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” tegasnya.
Riwayat Kasus dan Perkembangan Penanganan
Kasus ini bermula dari penetapan dua tersangka berinisial AH dan ER, yang dikenal sebagai calo pengajuan kredit. Tak lama kemudian, penyidik menetapkan ATP, seorang oknum pegawai bank BUMN, sebagai tersangka karena berperan langsung dalam proses pencairan dana.
Dengan penambahan empat tersangka baru, total ada tujuh orang yang kini telah ditetapkan sebagai pelaku dalam kasus ini. Kejati Sulsel masih membuka kemungkinan adanya penambahan tersangka lain, tergantung pada hasil penyidikan lanjutan.
Skema ini dinilai telah merusak kepercayaan publik terhadap sistem penyaluran Kredit Usaha Rakyat yang seharusnya menyasar pelaku UMKM secara adil dan transparan. Penyalahgunaan proses seperti ini juga berpotensi mempersempit akses bagi masyarakat yang benar-benar membutuhkan bantuan permodalan dari program pemerintah. (*)