KutaBaliNews.comKutaBaliNews.comKutaBaliNews.com
  • Home
  • Berita
    • Nasional
    • Bali
    • Daerah
      • Jakarta
      • Makassar
      • Papua
    • Internasional
  • Ekonomi
    • Keuangan
    • Loker & Karier
    • Properti & Investasi
    • UMKM
  • Pendidikan
    • Beasiswa
  • Gaya Hidup
    • Fashion & Kecantikan
    • Kesehatan
    • Wisata & Travel
  • Hiburan
    • Anime & Komik
    • Film & Televisi
    • Musik
    • Selebriti
  • Olahraga
    • Sepak Bola
  • Teknologi
    • Gadget
    • Game
Membaca Film Animasi Jumbo Pecahkan Rekor, Malaysia Malah Ajak Boikot?
Bagikan
Font ResizerAa
KutaBaliNews.comKutaBaliNews.com
Font ResizerAa
  • Home
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pendidikan
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Olahraga
  • Teknologi
  • Home
  • Berita
    • Nasional
    • Bali
    • Daerah
    • Internasional
  • Ekonomi
    • Keuangan
    • Loker & Karier
    • Properti & Investasi
    • UMKM
  • Pendidikan
    • Beasiswa
  • Gaya Hidup
    • Fashion & Kecantikan
    • Kesehatan
    • Wisata & Travel
  • Hiburan
    • Anime & Komik
    • Film & Televisi
    • Musik
    • Selebriti
  • Olahraga
    • Sepak Bola
  • Teknologi
    • Gadget
    • Game
Follow US
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kebijakan
  • Kontak
  • UU Pers
© Kutabalinews.com. All Rights Reserved.
BeritaFilm & TelevisiHiburan

Film Animasi Jumbo Pecahkan Rekor, Malaysia Malah Ajak Boikot?

Arazone
Terakhir update Juli 16, 2025 11:46 pm
Arazone 3 minggu lalu
Bagikan
Film Animasi Jumbo
Bagikan

Kutabalinews.com, Jakarta – Industri perfilman Asia Tenggara kembali jadi sorotan, kali ini dipicu oleh ketegangan antara dua karya dari Indonesia dan Malaysia. Film animasi “Jumbo” produksi Visinema Pictures menuai sukses besar di tanah air, bahkan mencatatkan sejarah sebagai film animasi terlaris di Asia Tenggara.

Namun, pencapaian ini rupanya menimbulkan respons negatif dari sebagian kalangan di negeri jiran Malaysia, terutama setelah film aksi mereka, “Blood Brothers: Bara Naga,” gagal total di bioskop Indonesia.

Situasi memanas di media sosial, dengan munculnya seruan boikot terhadap film “Jumbo” dari warganet Malaysia. Bahkan, tak sedikit komentar bernada hinaan yang menyebut nama film ini dengan plesetan kasar. Fenomena ini memperlihatkan dinamika kompetisi kreatif lintas negara yang seharusnya membangun, justru berubah menjadi sentimen negatif akibat kegagalan satu pihak.

Berikut rangkuman fakta penting yang menggambarkan perbedaan tajam antara kedua film tersebut dan bagaimana respons publik berkembang menjadi perdebatan di jagat maya.

Perbedaan Nasib di Bioskop: Jumbo Sukses Besar, Blood Brothers Gagal di Indonesia

“Blood Brothers: Bara Naga” merupakan salah satu film terlaris sepanjang masa di Malaysia. Namun, ketika mencoba menembus pasar Indonesia, film bergenre aksi kriminal ini hanya mampu meraih sekitar 1.647 penonton, angka yang sangat rendah untuk pasar sebesar Indonesia.

Di sisi lain, “Jumbo” justru meraih pencapaian luar biasa dengan lebih dari 10 juta penonton di bioskop Indonesia. Keberhasilan ini menjadikannya film animasi dengan capaian tertinggi, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di kawasan Asia Tenggara.

Perbedaan Genre dan Target Pasar

Salah satu hal mendasar yang membedakan kedua film adalah genrenya. “Blood Brothers” merupakan film aksi dewasa bertema kriminal dan gangster. Sementara itu, “Jumbo” adalah film animasi keluarga yang ramah anak, dengan cerita menyentuh tentang persahabatan dan nilai-nilai moral.

Baca Juga  4 Wanita Ditetapkan Tersangka Kasus Kredit Fiktif Bank BUMN di Makassar, Kerugian Negara Capai Rp6,5 Miliar

Perbedaan genre ini seharusnya membuat kedua film tidak perlu dibandingkan secara langsung. Namun kegagalan satu film dan keberhasilan yang lain justru memantik reaksi emosional dari sebagian penonton di Malaysia.

Munculnya Seruan Boikot dan Hinaan Kasar

Alih-alih melakukan evaluasi terhadap kualitas dan strategi pemasaran filmnya, beberapa warganet Malaysia justru menyerukan boikot terhadap film “Jumbo”. Bahkan, muncul hinaan dengan memelesetkan judul film menjadi “Jubo”, sebuah istilah yang memiliki konotasi sangat negatif dalam bahasa Melayu.

Media hiburan Malaysia seperti BuzzPop TV turut menyebarkan plesetan ini, yang kemudian viral dan menuai reaksi keras dari publik Indonesia. Banyak yang menyayangkan reaksi tersebut karena dinilai tak mencerminkan semangat persaingan sehat antarindustri kreatif serumpun.

Sineas Malaysia Mengakui Kualitas Film Indonesia

Di tengah ramainya kritik dan sindiran dari warganet, sejumlah pelaku industri film Malaysia memberikan tanggapan yang lebih objektif. Sutradara Syafiq Yusof, misalnya, mengakui bahwa kualitas film aksi Indonesia sudah sangat tinggi.

“Sejujur-jujurnya, karena film aksi Indonesia itu sudah tinggi sangat kualitasnya. Jadi kita orang, pembikin filem Malaysia, harus berusaha untuk bikin sebaik mungkin,” ujarnya, mengakui dominasi film Indonesia di kawasan.

Ketimpangan Skala Industri dan Populasi

Perbedaan fundamental lain antara dua negara ini terletak pada skala pasar dan kapasitas industri perfilman. Indonesia dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa mampu memproduksi lebih dari 150 film per tahun. Sebaliknya, Malaysia yang berpenduduk sekitar 33 juta jiwa, hanya menghasilkan sekitar 50–60 film per tahun.

Hal ini turut berpengaruh pada anggaran produksi, strategi promosi, serta jangkauan pasar yang bisa diraih masing-masing film.

Strategi Pemasaran Masih Perlu Dievaluasi

Produser senior Malaysia, Erma Fatima, menyatakan bahwa untuk bisa bersaing di pasar seperti Indonesia, industri perfilman Malaysia harus mempersiapkan segala aspek dengan matang.

Baca Juga  Perkuat Sinergitas Tekan Perilaku Menyimpang Wisatawan Asing, Imigrasi Bali Gelar Rapat TimPORA

“Apabila kita nak berperang, kita kena siapkan senjata yang komplet lah, yang cukup mantap, untuk kita masuk berperang,” ungkapnya dalam sebuah wawancara.

Pernyataan ini menunjukkan bahwa masalah sebenarnya bukan pada penonton Indonesia, tetapi kesiapan strategi dan kualitas produk yang dibawa masuk ke pasar luar negeri.

Film Indonesia Diterima Luas di Malaysia

Perlu dicatat bahwa film-film Indonesia selama ini mendapatkan sambutan yang sangat baik di Malaysia. Beberapa judul seperti “KKN di Desa Penari,” “Dilan 1990,” dan “Siksa Kubur” berhasil mencetak angka penonton tinggi di bioskop Malaysia.

Bahkan, serial seperti “Gadis Kretek” juga berhasil mencuri perhatian pengguna platform streaming di sana. Fakta ini menunjukkan bahwa penonton Malaysia bersikap terbuka terhadap produk budaya dari Indonesia selama film tersebut memiliki kualitas dan cerita yang menarik. (*)

Kamu mungkin suka

Mau Beli Rumah Bekas Pakai KPR? Begini Langkah dan Syaratnya!

Panduan Lengkap KPR Subsidi untuk PNS: Dari Syarat hingga Tips Lolos

Cara Blokir Nomor Telepon Tak Dikenal di HP dengan Cepat dan Efektif

10 Aplikasi Kolase Foto dan Video Gratis Banyak Template Keren di 2025

Diduga Bentak Warga Pelapor Pencurian, Briptu AL Diperiksa Propam Polrestabes Makassar

Share This Article
Facebook Twitter Email Print
Artikel sebelumnya Pendaki Asal Swiss Terjatuh di Rinjani Pendaki Asal Swiss Terjatuh di Rinjani, Dievakuasi dengan Helikopter ke Bali
Artikel selanjutnya Super Mario Party Jamboree Nintendo Rilis Update Super Mario Party Jamboree v2.1.0 untuk Switch 2: Performa Makin Optimal!
Tinggalkan komentar

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Sumber informasi terpercaya untuk berita terkini di Bali dan Indonesia. Menyajikan kabar terbaru nasional, politik, ekonomi, gadget, keuangan, dan game secara faktual.

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kebijakan
  • Kontak
  • UU Pers

Find Us on Socials

KutaBaliNews.comKutaBaliNews.com
© kutabalinews.com. All Rights Reserved.
Go to mobile version
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?