Nasional

Rudenim Denpasar Deportasi Pengungsi Warga Negara Irak Atas Kasus Pencurian Kartu Kredit

Redaksi
Rabu, 04 September 2024, September 04, 2024 WIB Last Updated 2024-09-04T07:16:40Z
masukkan script iklan disini
masukkan script iklan disini


BADUNG – Senin (02/9/2024) Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar kembali melakukan deportasi terhadap seorang warga negara asing sebagai bagian dari upaya penegakan hukum imigrasi di wilayah Bali. Kali ini, warga negara Irak berinisial IWM (35) dideportasi setelah terbukti melakukan tindak pidana pencurian dan melanggar peraturan keimigrasian di Indonesia.


IWM, pria asal Negeri 1001 Malam ini diketahui memasuki Indonesia melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada tahun 2017 menggunakan Visa Kunjungan yang telah dikonversi menjadi ITAS Penyatuan Keluarga dan berlaku hingga 11 April 2019. 


Tujuan kedatangannya adalah untuk menemani istrinya yang merupakan warga negara Indonesia dan akan melahirkan di Bali. Namun, pada bulan Maret 2024, IWM terlibat dalam kasus pencurian kartu kredit milik seorang warga negara Filipina di Denpasar, Bali.


Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar, Gede Dudy Duwita, menjelaskan bahwa berdasarkan Surat Putusan Pengadilan Negeri Denpasar tertanggal 18 Juli 2024, IWM dijatuhi hukuman pidana penjara selama lima bulan karena melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian. "IWM telah menyelesaikan masa hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kerobokan pada 29 Agustus 2024 dan kami memutuskan untuk mendeportasinya sesuai dengan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian," ujar Gede Dudy Duwita.


Dalam proses hukumnya, IWM berdalih bahwa ia tidak sengaja terlibat dalam kasus pencurian tersebut. IWM mengklaim bahwa kartu kredit yang digunakannya adalah pemberian dari seorang teman berkewarganegaraan Prancis yang tinggal di Bali. 


Temannya itu memberikan kartu kredit milik seorang warga negara Filipina tanpa menjelaskan asal-usulnya. Namun, beberapa waktu kemudian, IWM dihubungi oleh pemilik kartu kredit yang sebenarnya, yang merupakan warga negara Filipina tersebut.


Pemilik kartu kredit mengkonfrontasi IWM dan akhirnya melaporkannya kepada pihak berwenang. Meskipun IWM berdalih tidak mengetahui bahwa kartu kredit tersebut adalah hasil dari tindakan ilegal, sesuai asas hukum "ignorantia juris non excusat " ketidaktahuan terhadap hukum tidak bisa dijadikan alasan untuk menghindari tanggung jawab hukum, deportasi tetap dilaksanakan.


Meskipun IWM diketahui berstatus pengungsi sejak 2020, status tersebut tidak menghalanginya untuk dikenakan tindakan administratif keimigrasian (TAK). Berdasarkan Surat Direktur Jenderal Imigrasi tentang Pengenaan Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK) Pendetensian Terhadap Pengungsi tanggal 6 Maret 2024, pengungsi yang dianggap melakukan kegiatan berbahaya atau yang dapat membahayakan keamanan dan ketertiban umum, atau yang tidak menghormati atau menaati peraturan perundang-undangan, dapat dikenakan pendetensian atau ditempatkan di Rumah Detensi Imigrasi hingga yang bersangkutan meninggalkan Indonesia. Dalam kasus IWM, karena ia telah terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan putusan hakim, langkah selanjutnya adalah deportasi.


"Kami menerapkan ketentuan tersebut dengan ketat. Status sebagai pengungsi bukanlah tameng untuk melakukan pelanggaran hukum di Indonesia. Jika ada yang terbukti melakukan pelanggaran berat, seperti IWM, kami tidak ragu untuk mengambil tindakan tegas," lanjut Gede Dudy Duwita.


Pasal 75 UU No. 6 Tahun 2011 menyebutkan bahwa Pejabat Imigrasi berwenang melakukan Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan berbahaya, mengganggu ketertiban umum, atau tidak menaati peraturan perundang-undangan. IWM dinilai telah melanggar ketentuan tersebut sehingga Rudenim Denpasar mengambil langkah tegas untuk mendeportasinya.


Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, menegaskan bahwa deportasi ini merupakan langkah konkret pemerintah dalam menjaga keamanan dan ketertiban di Bali. "Kami berkomitmen untuk terus mengawasi dan memastikan setiap warga negara asing yang melanggar hukum di Indonesia mendapatkan sanksi yang sesuai. Ini adalah bentuk perlindungan kita terhadap masyarakat Bali dan juga upaya menjaga reputasi Bali sebagai destinasi wisata yang aman," ungkap Pramella.


Setelah masa hukumannya berakhir, pada 30 Agustus 2024 IWM diserahkan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai ke Rumah Detensi Imigrasi Denpasar selama proses pengurusan deportasi. Pada tanggal 2 September 2024, IWM dideportasi kembali ke negara asalnya, Baghdad-Irak, dengan pengawalan ketat dari petugas Rudenim Denpasar menuju Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai.


Rudenim Denpasar akan terus menegakkan hukum imigrasi dengan tegas dan konsisten. Deportasi ini menjadi bukti nyata bahwa pemerintah tidak akan berkompromi terhadap setiap pelanggaran hukum oleh warga negara asing di wilayah Indonesia. "Kami ingin memastikan bahwa Bali tetap aman dan nyaman, tidak hanya bagi warga negara Indonesia tetapi juga bagi seluruh wisatawan asing yang datang," pungkas Gede Dudy Duwita. (*)

Komentar

Tampilkan